Sebuah obyek wisata yang telah berumur lebih dari ratusan tahun, biasanya selalu tak sanggup dilepaskan dari sebuah mitos yang mengiringinya. Obyek-obyek wisata ini biasanya mempunyai dongeng asal usulnya, yang sudah di ceritakan secara bebuyutan dari satu generasi ke geberasi lainya, sampai karenanya menjadi sebuah legenda. Salah satunya yaitu batu-batu bersejarah yang terkenal dari aneka macam macam tempat dan negara. Batu-batu ini konon merupakan insan biasa yang lantas berkembang menjadi watu alasannya yaitu mendapat sebuah kutukan. Cerita legenda semacam ini seolah telah menambah daya tarik tersendiri bagi obyek-obyek wisata ini. Meskipun dongeng semacam ini sulit untuk dibuktikan secara ilmiah, namun kisah dari legenda batu-batu yang dikutuk ini, sanggup menjadi pembelajaran tersendiri, bagi para generasi penerus yang mendengar kisahnya. Dan berikut ini adalah, Kisah Manusia Dikutuk Kaprikornus Batu Yang Paling Melegenda Di Dunia, versi anehdidunia.com
Bowerman's Nose, Inggris
Bowerman's Nose, merupakan sebuah susunan watu granit bau tanah yang terletak di Dartmoor, Devon, Inggris. Susunan watu granit setinggi 6,6 meter yang mengagumkan ini merupakan salah satu Ikon sekaligus obyek wisata favorit di kota Dartmoor. Nama Bowerman sendiri berdasarkan warga sekitar berasal dari sebuah kata dalam bahasa Celtic, "Farw Maen" yang kurang lebih berarti watu besar. Yang menciptakan situs Bowrman's Nose menarik selain alasannya yaitu susunan batunya yang menakjubkan, juga alasannya yaitu bentuknya yang jikalau dilihat dari sudut tertentu maka akan terlihat menyerupai sesosok laki-laki berhidung besar.
Dan berdasarkan salah satu dongeng rakyat yang ada di tempat itu, watu itu dulunya memang seorang insan yang berjulukan Bowerman. Menurut kisah yang sudah diceritakan secara turun-temurun, Bowerman yang kala itu tinggal di sekitar lembah, sekitar 1.000 tahun yang lalu. Suatu pagi sedang berburu berburu kelinci, bersama beberapa anjing pemburu miliknya. Dan ketika Bowerman dan anjing-anjingnya sedang mengejar kelinci itu sampai masuk ke hutan, secara tak sengaja Ia memasuki wilayah terlarang milik para penyihir dan menabrak sebuah kuali yang sedang mereka gunakan dalam sebuah ritual. Karena marah para penyihir ini pun, mengutuk Bowerman menjadi seekor kelinci supaya ia sanggup merasakan, rasanya di kejar oleh pemburu. Setelah dikutuk menjadi kelinci Bowerman pribadi berlari menghindari kejaran anjing-anjing pemburunya sendiri sampai sampat pada sebuah terbing. Disinilah kutukan kedua sekaligus terakhir di berikan oleh para penyihir itu. Bowerman yang tengah terkepung oleh anjing pemburunya sendiri, oleh para penyihir di kutuk menjadi sebuah batu, namun kali ini Ia tak dikutuk sendirian alasannya yaitu anjing-anjing pemburunya juga ikut di kutuk menjadi batu. Anjing-anjing ini kemudian dipercaya menjadi susunan watu kecil yang ada di sekitar watu Boerman's Nose, sedangkan si insan Bowerman menjadi watu Bowerman's Nose itu sendiri.
The Three Sister, Australia
The Three Sister atau jikalau diartikan dalam bahasa Indonesia berarti Tiga Bersaudari, merupakan susunan tiga buah watu besar berbentuk lonjong yang ada di Jamison Loire, Blue Mountains, New South Wales, Australia. Ketiga watu unik ini masing-masing mempunyai namanya tersendiri, yaitu Meehni (922 meter), Wimlah (918 meter) dan Gunnedoo (906 Meter). The Three Sister sejatinya merupakan watu yang tercipta lewat sebuah proses yang alami, akhir pengikisan yang secara bertahap mengikis tebing yang ada dengan proses yang memakan waktu ratusan tahun.
Namun begitu masyarakat lokal juga mempercayai sebuah legenda yang menyebutkan kalau Meehni, Wimlah dan Gunneddoo, dulu sejatinya merupakan seorang manusia. Konon kisahnya, ketiga bersaudari ini dulunya merupakan bab dari suku Katoomba. Namun secara rahasia mereka menjalin kasih dengan cowok dari suku Napean yang merupakan suku tetangga suku Katombe. Sayangnya kisah cinta antar suku ini melanggar aturan sopan santun yang dimiliki oleh suku Katoomba, jadi ijab kabul antara ketiganya dan cowok dari suku Napean urung terjadi. Merasa tak bahagia dengan aturan sopan santun ini, para petinggi dari suku Napean tetapkan untuk mengambil, ketiga bersaudari ini dengan cara paksa. Terjadilah perang yang sengit antar kedua suku ini. Dan untuk melindungi Meehni, Wimlah dan Gunnedoo seorang tetua dari suku Katombaa tetapkan untuk merubah ketiga gadis ini menjadi watu selama peperangan terjadi supaya tak sanggup di rebut oleh suku Napean. Namun sayang tetua ini justru mati dalam perang ini, sebelum sempat mengembalikan ketiga bersaudari ini kembali menjadi manusia. Jadilah ketiganya tetap menjadi batu, yang sekarang di kenal dengan nama The Tree Sister.
Namun begitu masyarakat lokal juga mempercayai sebuah legenda yang menyebutkan kalau Meehni, Wimlah dan Gunneddoo, dulu sejatinya merupakan seorang manusia. Konon kisahnya, ketiga bersaudari ini dulunya merupakan bab dari suku Katoomba. Namun secara rahasia mereka menjalin kasih dengan cowok dari suku Napean yang merupakan suku tetangga suku Katombe. Sayangnya kisah cinta antar suku ini melanggar aturan sopan santun yang dimiliki oleh suku Katoomba, jadi ijab kabul antara ketiganya dan cowok dari suku Napean urung terjadi. Merasa tak bahagia dengan aturan sopan santun ini, para petinggi dari suku Napean tetapkan untuk mengambil, ketiga bersaudari ini dengan cara paksa. Terjadilah perang yang sengit antar kedua suku ini. Dan untuk melindungi Meehni, Wimlah dan Gunnedoo seorang tetua dari suku Katombaa tetapkan untuk merubah ketiga gadis ini menjadi watu selama peperangan terjadi supaya tak sanggup di rebut oleh suku Napean. Namun sayang tetua ini justru mati dalam perang ini, sebelum sempat mengembalikan ketiga bersaudari ini kembali menjadi manusia. Jadilah ketiganya tetap menjadi batu, yang sekarang di kenal dengan nama The Tree Sister.
Goa Putri, Sumatra Selatan
Goa Putri merupakan sebuah gua yang terletak di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Baturaja, Sumatra Selatan. Gua ini merupakan sebuah Obyek wisata yang sangat terkenal akibat, keindahan Stalaktit dan Stalaknit yang ada didalamnya. Menurut legenda asal muasal dari nama Gua Putri ini berasal dari kisah Si Pahit Lidah dan Putri Balian. Konon katanya dulu gua ini gotong royong merupakan sebuah desa yang dialiri oleh sungai Semuhun. Sungai ini sekarang dipercaya menjadi sumber mata air yang ada di dalam gua putri. Suatu hari Putri Balian yang bergelar Dayang Merindu seorang selir dari Prabu Amir Rasyid, penguasa dari kerajaan Ogan. Memutuskan untuk mandi di muara sungai Samuhun, pada ketika yang bersamaan lewatlah Pangeran Semuning alias Si Pahit Lidah, seorang pengembara sakti yang konon setiap ucapanya akan menjadi kenyataan.
Si Pahit Lidah yang kebetulan lewat ini, tertarik dengan kecantikan Putri Balian dan ingin menyapanya. Namun kedatangan tak dihiraukan oleh sang Putri yang tengah mandi tersebut. Saat itu tanpa sadar Si Pahit Lidah berguman "Sombong Nian Putri ini, Diam saja menyerupai Batu" . Ternyata celotehannya itu berkembang menjadi kutukan dan Putri Balian, berkembang menjadi batu. Kisah ini masih berlanjut lagi sehabis Si Pahit Lidah yang masih memendam sedikit kekesalan dalam hatinya. Melewati sebuah desa ketika melanjutkan perjalananya. Di desa yang ternyata merupakan tempat tinggal dai Putri Balian ini, Ia begitu heran alasannya yaitu desa tersebut terlihat sangat sepi. Karena sangat heran, Ia pun kembali berujar, "Katanya Ini desa, tapi sepi macam Goa watu saja". Akibat Gumamanya ini desa itu pun seketika berubah jadi gua batu. Kisah inilah yang dipercaya oleh warga sekitar wacana asal muasal Gua Putri sekaligs menyebabkan Gua ini mempunyai daya tarik untuk di kunjungi oleh para wisatawan.
Arca Roro Jongrang, Sleman, Jogjakarta
Arca Roro Jongrang merupakan sebuah relief patung watu yang berada dalam Candi Siwa, Prambanan, yang merupakan kompleks Candi Hindu terbesar di Indonesia. Menurut para arkeolok sosok yang diukir dalam relief watu ini sejatinya merupakan arca dari Dewi Durga mahisashuramardini. Namun terdapat legenda lain yang sudah mengakar pada masyarakat setempat jikalau sosok dalam Arca itu merupakan putri Roro Jongrang yang telah dikutuk menjadi batu. Konon kisahnya dulu di Jawa Tengah terdapat dua kerajaan yang bertetangga yaitu Kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka. Meskipun bertetangga namun dua kerajaan ini sangatlah bertolak belakang. Kerajaan pengging sangatlah makmur dan dipimpin oleh Prabu Damar Maya dan putranya yang sakti mandraguna Raden Bandung Bondowoso. Sedangkan kerajaan Baka dipimpin oleh seorang raksasa pemakan insan berjulukan Prabu Baka. Ia dibantu oleh seorang patih berjulukan Gupala. Namun meskipun berasal dari kaum raksasa, Prabu Baka mempunyai seorang putri yang manis jelita berjulukan Roro Jongrang, yang arti namanya kurang lebih berarti dara yang langsing.
Singlat cerita, Prabu Baka yang ingin memperluas wilayah kekuasaan kerajaanya tetapkan untuk menyerang kerajaan Pengging. Akibat serangan ini pecahlah perang yang menewaskan banyak rakyat Pengging. Mendengar hal itu Prabu Damar, mengutus putranya untuk menghadapi Prabu Baka dan berkat kesaktianya Bandung Bondowoso berhasil mengalahkan Prabu Baka dan membunuhnya. Setelah mendengan maut rajanya, patih Gupala segera kembali ke kerajaan untuk melapor pada Roro Jongrang. Mendengar maut Ayahnya ini Roro Jongrang pun segera diliputi kesedihan. Setelah kekalahan rajanya secara otomatis kerajaan Baka jatuh dalam kekuasaan kerajaan Pengging. Saat itulah Bandung Bondowoso mulai menerobos masuk dalam Istana, begitu tiba di Istana Ia segera terpikat dengan kecantikan Roro Jongrang dan segera mengajukan pinangan. Karena tak ingin menikah dengan pembunuh Ayahnya, Roro Jongrang pun menolak pinangan dari Bandung Bondowoso. Namun akhir terus di desak dan kondisi kerajaanya yang telah takluk. Roro Jongrang karenanya mau menyetujui pinangan Bandung Bondowoso dengan 2 syarat yang terdengar musstahil untuk di kabulkan. Syarat itu yaitu menciptakan sumur berama Jalatunda dan penbangunan seribu candi yang harus selesai dalam semalam. Tanpa diduga alasannya yaitu kesaktianya yang luar biasa Bandung Bondowoso sanggup menciptakan sumur jatulampa dalam sekejab mata dan menyanggupi untuk membangun seribu candi dalam satu malam.
Dan untuk mewujudkan syarat kedua sang pangeran memanggil dukungan makhluk halus dari dalam bumi untuk membantu seribu candi. Dengan dukungan dari pasukan makhluk halus ini, Bandung Bondowoso sudah berhasil membangun 999 candi jauh sebelum matahari terbit. Mendengar kabar ini Roro Jongrang berusaha mengagalkan perjuangan Bandung Bondowoso dengan membangunkan dayang-dayang istana serta wanita di desa untu memukul lesung dan juga memperabukan tumpukan jerami, medengar bunyi tumbukan lesung para ayampun pribadi berkokok. Mendengar bunyi kokokan ayam serta cahaya dari jerami yang di bakar para makhluk halus ini pun ketakukan dan masuk kembali ke perut bumi. Alhasil pembangunan candi inipun terhenti di angka 999 dan Bandung Bondowoso gagal meminang Roro Jongrang. Namun tak usang kemudia kecurangan yang dilakukan oleh Roro Jongran ini, karenanya di ketahui oleh Bandung Bondowoso yang pribadi marah dan mengutu Roro Jongrang menjadi batu. Batu ini kemudian dijadikan oleh Bandung Bondowoso sebagai Arca terindah untuk mengenapi keseribu candi yang Ia buat.
Batu Malin Kundang, Sumtera Barat
Batu Malin Kundang merupakan sebuah relief Batu yang terletak di pantai Air Manis, Padang, Sumatera Utara. relieh watu ini berupa cuilan kapan, dan sesosok laki-laki yang tengah menelungkup yang dipercaya sebagai seseorang yang berjulukan Malin Kundang. Bongkahan watu ini dipercaya merupakan citra ajal dari Maling Kundang, seorang saudagar kaya yang tak mau mengakui Ibu kandungnya sendiri. Menurut dongeng Malin Kundang yang menjadi kaya raya sehabis merantau, pulang ke kampung halamanya alasannya yaitu menuruti harapan Istrinya yang ingin berlibur ke pulau itu. Mendengar kepulangan putra tercintanya itu, Ibu Malin Kundang segera bergegas pergi ke dermaga, sehabis cukup bersahabat Ia benar-benar meyakini kalau saudagar kaya itu yaitu Putranya sehabis melihat bekas luka di tangan laki-laki itu. Ibu ini pun segera memeluk Malin Kundang sambil berkata "Malin, Anakku, mengapa kamu pergi begitu usang tanpa kabar". Namun tanpa disangka, Malin malah melepaskan pelukan itu, kemudian mendorong Ibunya sampai terjatuh smbil berkata, "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai Ibuku". Malin Kundang akal-akalan tak mengenali Ibunya alasannya yaitu aib dengan kodisi sang Ibu yang sudah bau tanah dan mengenakan pakaian yang compang-camping.
Saat di tanya oleh Istrinya pun, Malin kembali tak mengakui Ibunya dengan berujar, "Tidak ia bukan Ibuku, Ia hanya seorang pengemis yang mengaku-ngaku jadi Ibuku supaya mendapat hartaku". Mendengar perkataan serta perbuatan Malin ini menciptakan sang Ibu dilanda kesedihan yang mendalam, dan dalam kesedihanya itu, Ibunda Malin menadahkan tanganya sambil berdoa "Ya Tuhan, Kalau benar Ia anakku maka ku sumpahi Ia menjadi batu". Tak berselang usang sehabis sang Ibu berdoa, tiba-tiba angin ribut tiba dan menghancurkan kapal Malin Kundang. Karena kapalnya hancur, Malin Kundang pun terdampar di pantai, setibanya di pantai ini, tubuhnya perlahan mengeras dan karenanya menjadi sebuah watu karang. Meskipun masih banyak yang mengsangsikan kisah ini, namun dongeng anak durhaka yang dikutuk menjadi watu ini merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan dan merupakan sebuah pembelajaran yang baik bagi semua orang supaya tak durhaka pada kedua orang tuanya.
Referensi :
/search?q=legenda-manusia-yang-dikutuk-jadi-batu
https://en.wikipedia.org/wiki/Bowerman%27s_Nose
https://en.wikipedia.org/wiki/Three_Sisters_(Australia)
https://id.wikipedia.org/wiki/Rara_Jonggrang
http://zhwart.xyz/blog/wisata/goa-putri-baturaja-sumatera-selatan/
https://dongengkakrico.wordpress.com/cerita/cerita-rakyat-malin-kundang/
Comments
Post a Comment